Bullying Dan Solusinya

Definisi Bullying
Bullying berasal dari kata Bully, yaitu suatu kata yang mengacu pada pengertian adanya “ancaman” yang dilakukan seseorang terhadap orang lain (yang umumnya lebih lemah atau “rendah” dari pelaku), yang mengakibatkan gangguan psikis bagi korbannya (korban disebut bully boy atau bully girl) berupa stress (yang muncul dalam bentuk gangguan fisik atau psikis, atau keduanya; contohnya susah makan, sakit fisik, ketakutan, rendah diri, depresi, cemas, dan lainnya).

Apalagi Bully biasanya berlangsung dalam waktu yang usang (tahunan) sehingga sangat mungkin mempengaruhi korban secara psikis. Sebenarnya selain perasaan-perasaan di atas, seorang korban Bully juga merasa murka dan kesal dengan tragedi yang menimpa mereka. Ada juga perasaan marah, aib dan kecewa pada diri sendiri alasannya yaitu “membiarkan” tragedi tersebut mereka alami. Namun mereka tak kuasa “menyelesaikan” hal tersebut, termasuk tidak berani untuk melaporkan pelaku pada orang cukup umur alasannya yaitu takut dicap penakut, tukang ngadu, atau bahkan disalahkan. Dengan pengutamaan bahwa bully dilakukan oleh anak usia sekolah, perlu dicatat bahwa salah satu karakteristik anak usia sekolah yaitu adanya egosentrisme (segala sesuatu terpusat pada dirinya) yang masih dominan. Sehingga ketika suatu tragedi menimpa dirinya, anak masih menganggap bahwa semua itu yaitu alasannya yaitu dirinya.

Definisi Bullying berdasarkan PeKA (Peduli Karakter Anak) yaitu bullying yaitu penggunaan aksi dengan tujuan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental. Bullying sanggup berupa tindakan fisik, verbal, emosional dan juga seksual.

Berikut ini yaitu referensi tindakan yang termasuk kategory bullying; pelaku baik individual maupun group secara sengaja menyakiti atau mengancam korban dengan cara:

- menyisihkan seseorang dari pergaulan,
- mengembangkan gosip, mebuat julukan yang bersifat ejekan,
- mengerjai seseorang untuk mempermalukannya,
- mengintimidasi atau mengancam korban,
- melukai secara fisik,
- melaksanakan pemalakan/ pengompasan.

Bullying tidaklah sama dengan occasional conflict atau pertengkaran biasa yang umum terjadi pada anak. Konflik pada anak yaitu normal dan menciptakan anak berguru cara bernegosiasi dan bersepakat satu sama lain. Bullying merujuk pada tindakan yang bertujuan menyakiti dan dilakukan secara berulang. Sang korban biasanya anak yang lebih lemah dibandingkan sang pelaku.

Menurut Dan Olweus, Author of Bullying at School Bullying Bisa dibagi menjadi dua pecahan besar yaitu :

1. Direct bullying : intimidasi secara fisik, verbal.
2. Indirect Bullying: isolasi secara sosial.

Bullying itu sangat menyakitkan bagi si korban. Tidak seorangpun pantas menjadi korban bullying. Setiap orang mempunyai hak untuk diperlakukan dan dihargai secara pantas dan wajar. Bullying mempunyai dampak yang negatif bagi perkembangan aksara anak, baik bagi si korban maupun pelaku.

Berikut ini referensi dampak bullying bagi sang korban:

- Depresi
- Rendahnya kepercayaan diri / minder
- Pemalu dan penyendiri
- Merosotnya prestasi akademik
- Merasa terisolasi dalam pergaulan
- Terpikir atau bahkan mencoba untuk bunuh diri

Di sisi lain, apabila dibiarkan, pelaku bullying akan berguru bahwa tidak ada risiko apapun bagi mereka bila mereka melaksanakan kekerasan, aksi maupun mengancam anak lain. Ketika cukup umur pelaku tersebut mempunyai potensi lebih besar untuk menjadi preman ataupun pelaku kriminal dan akan membawa problem dalam pergaulan sosial.


Tentu kaitan masih ingat kasus yang terjadi pada STPDN /IPDN yang hingga menelan korban jiwa. Dan entah sudah berapa ratus dan mungkin bahkan ribuan dan jutaan orang yang pernah mengecap pendidikan di STPDN/IPDN yang rusak mental dan jiwanya dikarenakan telah di Bullying Oleh Seniornya dan pada kesannya sebagai pembalasan mereka kembali melaksanakan hal yang sama ibarat abang seniornya, melaksanakan Bullying. Dan itu akan terus terjadi secara turun temurun dan forum pendidikan yang Notabene nya yaitu pencetak Pejabat.

Bullying tidak terjadi juga antar pelajar dan senior tapi juga kerap terjadi oleh guru dan Mungkin saja tidak terjadi bunuh diri apabila siswa yg menunggak SPP tidak merasa dipermalukan dan disisihkan di hadapan sahabat sekolahnya. Baik itu alasannya yaitu berulangkali harus menghadapi pemanggilan kepala sekolah maupun perlakuan yang berbeda dari pihak sekolah terhadapnya. Bisa jadi tidak akan terjadi lagi “mati konyol” akhir proses penerimaan siswa baru, apabila kita tidak menganggap praktek perploncoan sebagai hal yang biasa.

Bentuk Bully terbagi dua, tindakan eksklusif ibarat menyakiti, mengancam, atau menjelekkan anak lain. Sementara bentuk tidak eksklusif yaitu menghasut, mendiamkan, atau mengucilkan anak lain. Apapun bentuk Bully yang dilakukan seorang anak pada anak lain, tujuannya yaitu sama, yaitu untuk “menekan” korbannya, dan mendapat kepuasan dari perlakuan tersebut. Pelaku puas melihat ketakutan, kegelisahan, dan bahkan sorot mata permusuhan dari korbannya.

Karakteristik korban Bully yaitu mereka yang tidak bisa melawan atau mempertahankan dirinya dari tindakan Bully. Bully biasanya muncul di usia sekolah. Pelaku Bully mempunyai karakteristik tertentu. Umumnya mereka yaitu belum dewasa yang berani, tidak gampang takut, dan mempunyai motif dasar tertentu. Motif utama yang biasanya ditenggarai terdapat pada pelaku Bully yaitu adanya agresifitas. Padahal, ada motif lain yang juga bisa dimiliki pelaku Bully, yaitu rasa rendah diri dan kecemasan. Bully menjadi bentuk pertahanan diri (defence mechanism) yang dipakai pelaku untuk menutupi perasaan rendah diri dan kecemasannya tersebut. “Keberhasilan” pelaku melaksanakan tindakan bully bukan tak mungkin berlanjut ke bentuk kekerasan lainnya, bahkan yang lebih dramatis.

Ada yang menarik dari karakteristik pelaku dan korban Bully. Korban Bully mungkin mempunyai karakteristik yang bukan pemberani, mempunyai rasa cemas, rasa takut, rendah diri, yang kesemuanya itu (masing-masing atau sekaligus) menciptakan si anak menjadi korban Bully. Akibat mendapat perlakuan ini, korban pun mungkin sekali menyimpan dendam atas perlakuan yang ia alami.

Selanjutnya, bukan tak mungkin, korban Bully, menjadi pelaku Bully pada anak lain yang ia pandang sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk mendapat kepuasan dan membalaskan dendam. Ada proses berguru yang sudah ia jalani dan ada dendam yang tak terselesaikan. Kasus di sekolah-sekolah, dimana abang kelas melaksanakan Bully pada adik kelas, dan kemudian Bully berlanjut ketika si adik kelas sudah menjadi abang kelas dan ia kemudian melaksanakan Bully pada adik kelasnya yang baru, yaitu referensi dari pola Bully yang dijelaskan di atas.

Tindakan Bullying bisa terjadi dimana saja, terutama tempat-tempat yang tidak diawasi oleh guru atau orang cukup umur lainnya. Pelaku akan memanfaatkan daerah yang sepi untuk mengatakan “kekuasaannya” atas anak lain, supaya tujuannya tercapai. Sekitar toilet sekolah, pekarangan sekolah, daerah menunggu kendaraan umum, lapangan parkir, bahkan kendaraan beroda empat jemputan sanggup menjadi daerah terjadinya Bullying.

Sebagai orang tua, kita wajib waspada akan adanya sikap bullying pada anak, baik anak sebagai korban atau sebagai pelaku. Beberapa hal yang sanggup dicermati dalam kasus Bullying adalah:

Bagaimana mengenali anak yang diindikasi mengalami tindakan intimidasi di sekolahnya? Sejumlah tips yang dirangkum Kompas.com dari banyak sekali sumber ini mungkin bisa membantu anda.

Ciri-ciri yang harus diperhatikan diantaranya:

1. Enggan untuk pergi sekolah
2. Sering sakit secara tiba-tiba
3. Mengalami penurunan nilai
4. Barang yang dimiliki hilang atau rusak
5. Mimpi buruk atau bahkan sulit untuk terlelap
6. Rasa amarah dan benci semakin gampang meluap dan meningkat
7. Sulit untuk berteman dengan sahabat baru
8. Memiliki tanda fisik, ibarat memar atau luka

Jika menemukan ciri-ciri ibarat di atas, langkah yang harus dilakukan orangtua diantaranya:
1. Berbicara dengan orangtua si anak yang melaksanakan bully terhadap anak Anda
2. Mengingatkan sekolah wacana problem ibarat ini
3. Datangi konseling profesional untuk ikut membantu mengatasi problem ini

Jika tindakan kekerasan ini masih terus berlanjut dan tidak ada respons yang baik dari sekolah, pikirkanlah cara lain. Salah satu pilihan, bila memungkinkan, pindahkan sekolah anak Anda. Dalam situasi yang ekstrem, mungkin perlu menghubungi polisi atau meminta perlindungan. Namun, hal yang paling penting yaitu mendengarkan komplain anak dan tetaplah membuka komunikasi kepada mereka

Bullying dihentikan diabaikan mengingat dampak psikis dan mental terhadap anak sangat besar. Berikut ini beberapa saran untuk mengetahui anak kita menjadi korban bullying atau tidak:

Ketahuilah bahwa seorang anak yang sedang diintimidasi kemungkinan besar akan memberitahu rekan pertama, kemudian orang tua, dan kemudian guru. "Selalu tahu siapa teman-teman anak Anda," kata Robin D'Antona, pendiri Asosiasi Internasional Pencegahan Bullying. Dengan menjalin persahabatan dengan sahabat anak kita, maka banyak "bocoran" yang akan disampaikannya wacana dia.

Tanyakan kepada anak kita secara rutin apakah ia suka sekolah. Jika seorang anak menjawab bahwa ia "membenci" sekolah, tanyakan lebih dalam untuk mengetahui rincian apa yang membuatnya benci sekolah. Apakah ia membenci akademisi? Bisakah ia tidak melihat papan tulis? Gambar dari sumber sikap anak Anda ke sekolah. Privasi berakhir ketika keselamatan anak kita terancam di sekolah. Perhatikan apa yang mereka lakukan di web, dan mengusut ponselnya. Jika anak menginginkan buku harian, membeli buku dan sarankan menyimpan di daerah yang sekiranya perlu, kita bisa juga mengaksesnya tanpa ia tahu. "Misalnya di bawah kasur," kata D'Antona. Ciptakan komunikasi yang serasi dalam keluarga kita. Buatlah belum dewasa bebas mengungkapkan kata hatinya dan bisa terbuka untuk berbicara setiap saat. Ada kalanya kita harus kontak mata dengannya ketika berbiicara, ada kalanya anak juga lebih nyaman bercerita pada kita tanpa kontak mata. "Perjalanan sambil mengobrol selama kita tengah menyetir, misalnya, menciptakan anak bebas mengungkapkan apa saja," tambah D'Antona.

Beberapa hal yang sanggup dicermati dalam kasus Bullying adalah:

a. Anak menjadi Korban. Tanda-tandanya:
  1. Munculnya keluhan atau perubahan sikap atau emosi anak akhir stres yang ia hadapi alasannya yaitu mengalami sikap bullying (anak sebagai korban).
  2. Laporan dari guru atau sahabat atau pengasuh anak mengenai tindakan bullying yang terjadi pada anak.
b. Anak sebagai Pelaku.Tanda-tandanya:
  1. Anak bersikap agresif, terutama pada mereka yang lebih muda usianya, atau lebih kecil atau mereka yang tidak berdaya (binatang, tanaman, mainan).
  2. Anak tidak menampilkan emosi negatifnya pada orang yang lebih tua/ lebih besar badannya/ lebih berkuasa, namun terlihat anak sesungguhnya mempunyai perasaan tidak senang.
  3. Sesekali anak bersikap berangasan yang berbeda ketika bersama anda.
  4. Melakukan tindakan berangasan yang berbeda ketika tidak bersama anda (diketahui dari laporan guru, pengasuh, atau teman-teman).
  5. Ada laporan dari guru/ pengasuh/ teman-temannya bahwa anak melaksanakan tindakan berangasan pada mereka yang lebih lemah atau tidak berdaya (no. 1).
  6. Anak yang pernah mengalami bully mungkin menjadi pelaku bully.
Salah satu bullying yaitu bentuk penindasan. Penindasan sendiri bisa dengan atau tanpa kekerasan. Bullying yaitu sikap yang diulangi dari waktu ke waktu yang secara konkret melibatkan ketidak-seimbangan kekuasaan, yang lebih besar lengan berkuasa menyerang kelompok belum dewasa atau mereka yang kurang kuat. Bullying sanggup berupa pelecehan ekspresi atau penyerangan fisik, atau cara lain yang lebih halus, ibarat paksaan dan manipulasi. Bullying biasanya dilakukan untuk memaksa orang lain dengan rasa takut dan ancaman. Bullying sanggup dicegah bila belum dewasa diajarkan keterampilan sosial supaya bisa berinteraksi dengan orang-orang. Hal ini akan membantu mereka untuk menjadi orang cukup umur produktif, ketika berinteraksi dengan orang-orang yang mengganggu. Bullying di sekolah dan daerah kerja juga disebut sebagai penyalahgunaan rekan.

Karakter-karakter tertentu pada anak yang biasanya menjadi korban bullying, misalnya:
• Sulit berteman
• Pemalu
• Memiliki keluarga yang terlalu melindungi
• Dari suku tertentu
• Cacat atau keterbatasan lainnya
• Berkebutuhan khusus
• Sombong, dll.

Anak yang menjadi korban biasanya merasa malu, takut, tidak nyaman. Sehingga untuk menciptakan ia kembali bisa menjalani kegiatannya sehari-hari ibarat biasa, ia harus dibekali dengan “tools” yang menciptakan ia yakin bahwa ia akan mendapat pertolongan. Ia harus tahu dan percaya bahwa guru kelas dan temannya akan membantu, misalnya. Atau ia kemudian mendapat sahabat selama jam istirahat atau acara di luar kelas. Rasa percaya dirinya kembali dipupuk dengan memusatkan perhatian pada hal-hal yang menjadi kelebihan dan potensinya. Yang terakhir ini biasanya berjakan dengan sendirinya bila rasa kondusif sudah kembali dimiliki.

Bullying terjadi ketika seseorang merasa teraniaya, takut, terintimidasi, oleh tindakan seseorang baik secara verbal, fisik atau mental. Ia takut bila sikap tersebut akan terjadi lagi, dan ia merasa tak berdaya mencegahnya. (Andrew Mellor, antibullying network, univ. of edinburgh, scotland)

Perilaku bullying di institusi pendidikan bisa terjadi oleh siswa kepada siswa, siswa kepada guru, guru kepada siswa, guru kepada guru, orang bau tanah siswa kepada guru atau sebaliknya, dan antarcivitas akademika di institusi pendidikan/sekolah.

  1. Bullying terjadi apabila memenuhi unsur:
  2. Perilaku yang mengakibatkan seseorang/ siswa/ guru terhina, terintimidasi, takut, terisolasi
  3. Perilaku yang dilakukan berulang-ulang baik verbal, fisik, dan psikis, yang mengakibatkan powerless
  4. Adanya pemain film yang superior dan inferior
  5. Perilaku yang dilakukan berdampak negatif.

sumber: Binhakin.com

Berbagai Sumber

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel