Kurikulum Untuk Anak Usia Dini
Selasa, 27 Desember 2016
Edit
Kurikulum untuk anak usia dini, perlukah?
Anak-anak usia dini hidup dalam dunia bermain. Meskipun demikian,tak ada salahnya kalau orang bau tanah mempunyai rancangan materi atau materi untuk mengisi hari-hari mereka. Hal yang pasti, kurikulum untuk anak usia dini haruslah sangat fleksibel, sesuai dengan kemampuan dan minat anak.
Kelas-kelas prasekolah menyerupai Play Group (PG) atau Taman Kanak-Kanak (TK) niscaya mempunyai kurikulum dan target-target, namun sebab tuntutan hukum formal, mau tidak mau guru akan menilai perkembangan anak secara kasar, menurut akumulasi kemampuan yang dikuasai anak selama kurun waktu tertentu. Jelas evaluasi itu tidak valid, sebab ketika guru memasuki kurikulum mewarnai misalnya, beberapa anak mungkin belum siap dengan fase itu. Mereka mungkin menolak untuk melakukannya atau hanya membubuhkan satu coretan pendek di kertasnya, sebab ia memang belum berminat.
Di sinilah kiprah orang bau tanah sangat dibutuhkan. Tak peduli apakah belum dewasa masuk Taman Kanak-kanak ataupun tidak, kiprah orang tua-lah untuk memahami anak-anaknya dengan baik, sehingga tahu kapan harus memperkenalkan sebuah keterampilan, kapan harus menundanya, kapan harus memacunya lebih kencang, dan bagaimana membuat anak menjadi tertarik untuk mempelajari sesuatu tanpa harus dipaksa oleh waktu dan evaluasi pihak lain.
Pendidikan sungguh jauh melampaui batas-batas nilai kuantitatif menyerupai diterapkan di sekolah. Pendidikan yakni rangkaian proses berguru untuk menjadi insan yang terus tumbuh, baik secara fisik, mental, maupun spiritual.
Menyusun kurikulum untuk anak usia dini berarti siap mengikuti irama mereka dan siap untuk melangkah lebih jauh ketika mereka berminat untuk tahu lebih banyak. Ketika belum dewasa diperkenalkan ihwal kuda misalnya, bisa jadi rasa ingin tahu mereka berkembang, ingin tahu ihwal makanannya, di mana tidurnya, dan mungkin ingin mencoba menaikinya dan mengoleksi gambar-gambarnya.
Adapun secara terstruktur, ada banyak model kurikulum anak usia dini yang telah dikembangkan di dunia. Kurikulum Montessori yakni salah satu di antaranya. Model ini cocok bagi mereka yang bahagia dengan keteraturan dan mengharapkan belum dewasa juga bersikap teratur dan runut. Sebuah buku berjudul Montessori untuk Prasekolah yang disusun oleh seorang praktisi kurikulum Montessori berjulukan Elizabeth G. Hainstock dan diterbitkan edisi terjemahannya oleh penerbit Delapratasa Publishing, bisa menjadi pilihan untuk mengetahui lebih detail kegiatan-kegiatan ala Montessori.
Melalui buku tersebut akan kita temukan bahwa model Montessori lebih banyak mempergunakan perabotan rumah tangga sebagai media dan mempergunakan kegiatan rutin sehari-hari di rumah sebagai acara belajar.
Temuan ihwal multi kecerdasan oleh Howard Gardner juga bisa menginspirasi kita untuk menyusun kurikulum. Delapan bahkan sembilan jenis kecerdasan versi Gardner, yaitu: kecerdasan bahasa, logika-matematika, visual-spasial, fisik, interpersonal, intrapersonal, musikal, natural, dan spiritual bisa dijadikan contoh untuk menentukan ragam kegiatan belajar-bermain di rumah.
Buku yang ditulis Thomas Amstrong berjudul Sekolah Para Juara mencoba menjabarkan konsep multi kecerdasan tersebut dalam konteks sekolah formal untuk belum dewasa yang lebih besar. Namun bukan mustahil hal itu bisa menginspirasi para orang bau tanah yang mempunyai anak usia dini untuk menerapkan jalan pikiran Amstrong ke dalam konteks berguru anak usia dini di rumah.
Kurikulum menurut Perkembangan Anak
Perkembangan anak secara umum ternyata bisa diukur dengan beberapa ukuran berikut: perkembangan fisik motorik, perkembangan kognitif, perkembangan moral & sosial, emosional, dan komunikasi (Slamet Suyanto, Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini:192. Penerbit: Hikayat Publishing. Yogyakarta)
Kita bisa membuat kurikulum dengan mengacu pada teori tersebut. Berikut citra bernafsu kurikulum yang mungkin diterapkan:
Perkembangan fisik motorik
- Motorik Kasar: Berlari, memanjat, menendang bola, menangkap
bola, bermain lompat tali, berjalan pada titian keseimbangan, dll.
- Motorik Halus: Mewarnai pola, makan dengan sendok, mengancingkan baju, menarik resluiting, menggunting pola,menyisir rambut, mengikat tali sepatu, menjahit dengan alat jahit tiruan, dll.
- Organ Sensoris:Membedakan banyak sekali macam rasa, mengenali banyak sekali macam bau, mengenali banyak sekali macam warna benda, mengenali banyak sekali benda dari ciri-ciri fisiknya, bisa membedakan banyak sekali macam bentuk, dll.
Perkembangan Kognitif
Misalnya: mengenal nama-nama warna,mengenal nama bagian-bagian tubuh, mengenal nama anggota keluarga,mampu membandingkan dua objek atau lebih, menghitung, menata, mengurutkan; mengetahui nama-nama hari dan bulan; mengetahui perbedaan waktu pagi, siang, atau malam; mengetahui perbedaan kecepatan (lambat dan cepat); mengetahui perbedaan tinggi dan rendah, besar dan kecil, panjang dan pendek; mengenal nama-nama abjad alfabet atau membaca kata; memahami kuantitas benda, dll.
Perkembangan Moral dan sosial
Misalnya: Mengetahui sopan santun, mengetahui aturan-aturan dalam keluarga atau sekolah kalau ia bersekolah, bisa bermain dan berkomunikasi bersama teman-teman, bisa bergantian atau antre, dll.
Perkembangan Emosional
Misalnya: Menunjukkan rasa sayang pada teman, orang tua, dan saudaranya; menunjukkan rasa empati; mengetahui simbol-simbol emosi: sedih, gembira, atau murka dan bisa mengontrol emosinya sesuai kondisi yang tepat.
Perkembangan Komunikasi (Berbahasa)
Misalnya: Mampu mengungkapkan keinginannya dengan kata-kata,mampu melafalkan kata-kata dengan terperinci (bisa dimengerti oleh orang lain).
Begitu bermacam-macam model kurikulum yang ada. Mau pilih yang mana? Mengumpulkan sebanyak mungkin sumber dan memilahnya sesuai kekhasan keluarga masing-masing yakni cara paling baik semoga kita mempunyai materi yang lebih kaya untuk belum dewasa kita.
by: pendidikan rumah